Header Ads

test

Breaking News

At-Tin, Tamasya Menuju Illah

 

suaraislam.id/

MASJIDU~ Masjid Agung At-Tin laksana oase di pinggiran ibukota. Hembusan angin yang melewati rongga-rongga tembok tebal menyeka seluruh peluh yang lengket pada tubuh setelah melintasi rayapan kendaraan bermotor dari pusat kota. Tak hanya hidung dan pori-pori yang bisa bernafas lega, hati dan perasaan pun terasa plong setelah masuk di masjid di bilangan Taman Mini Indah Indonesia (TMII) itu.

 Di Masjid yang berdiri sejak April 1997 ini, tidak kurang dari 1.000 orang keluar masuk untuk menunaikan shalat dan i’tikaf dalam sehari, khususnya hari Sabtu dan Minggu. Di dalam masjid ada yang tampak khusyuk membaca al-Quran di bawah lekukan kubah berhias kaligrafi, ada pula yang duduk-duduk santai di serambi sambil memandangi taman area masjid yang berdiri di atas tanah seluas 70.000 meter persegi.

 At-Tin merupakan nama yang terilhami dari salah satu nama surat ke-95 dalam al-Qur’an, Surat at-Tin. Nama ini berarti sejenis buah yang sangat manis, lezat, dan penuh gizi. Buah ini dipercayai mempunyai manfaat yang banyak, baik sebelum matang maupun sesudahnya.

 Nama ini juga didedikasikan buat mendiang Ibu Tien Soeharto, sebagai kenang-kenangan bagi negeri ini. Meski masjid itu baru didirikan oleh anak cucu mantan Presiden Soeharto setelah dua tahun Ibu Tien wafat, namun rencana pendirian masjid dengan kapasitas sekitar 9.000 orang di dalam masjid dan 1.850 orang di selasar tertutup dan plaza ini sudah ada semenjak dicanangkannya TMII oleh Ibu Tien.

 Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto, pengagas miniatur keragaman budaya Indonesia, menjadi penting bagi keberadaan masjid ini. Di bawah naungan Yayasan Ibu Tien Soeharto, yang diurus oleh anak-anak cucu Ibu Tien Soeharto, masjid ini dikelola dengan mangadopsi manjemen perusahaan. Pada awal-awal berdiri, semua biaya disubsidi penuh dari kas yayasan mantan ibu negara itu. Namun, secara bertahap subsidi itu terus dikurangi hingga sepuluh tahun sehingga kebutuhan sehari-hari masjid ini bisa dibiayai dari hasil usaha pengolalaan masjid itu sendiri.

 “Pada awal-awal, operasional masjid ini memang dilaksanakan oleh anak-anak muda di bawah usia 25 tahun, sehingga lima belas tahun ke depan masjid ini sudah kelola oleh anak-anak muda yang berpengalaman. Untuk konsep manajemennya menggunakan manajemen semi perusahaan, yang profesional. Alhamdulillah penerapan ini bisa berjalan,” ungkap Dedy, Sekretaris Pengurus Masjid Agung At-Tin.

 Usaha-usaha profit yang dikelola oleh pengurus masjid ini antara lain koperasi simpan pinjam dan kredit barang untuk karyawan, usaha kantin, pengelolaan parkir yang dapat menampung 100 sepeda motor, 8 bus, dan 350 mobil, penyewaan ruang untuk acara pernikahan, tablig atau seminar terbuka juga untuk masyarakat, di samping pengelolaan lahan-lahan yang ada untuk bidang usaha lainnya. Dari hasil usaha ini, kini kebutuhan sehari-sehari masjid sudah bisa tercukupi.

 Sebagaimana masjid-masjid besar lainnya, At-Tin bukan saja tempat shalat berjamaah. Masjid yang memiliki berbagai fasilitas pendukung seperti warung makan, ruang rekreasi/TV, ruang internet, perpustakaan, rumah dinas Imam Besar, mess muazin, rumah penjaga, ruang kegiatan, dan ruang kelas ini juga menyelenggarakan kegiatan seperti diskusi tema khutbah sebelum sholat jumat, kuliah Sabtu dan Ahad Duha berbentuk cermah dan diskusi, pengajian tafsir Al-qur`an (Tafsir Jalalain) setiap Minggu pagi (08.00—11.00 WIB), pengajian karyawan, seminar keagaman, tablig akbar, dan peringatan hari besar Islam.

 “Di sini juga terdapat Prisma (Pemuda dan Remaja Islam Masjid Agung Attin), Ikarar (ikatan Rahis Jakarta Timur) lebih dari 100 rohis SMU se- Jakarta Timur bermarkas di masjid ini. Pada malam Jumat ada dzikir, hari Senin ada ibu-ibu Majlis Taklim, ada juga lembaga Tahsinul Qur’an untuk yang belajar membaca al-Qur’an. Semua itu ujung tombak kegiatan. Sedangkan untuk sekolah, sementara baru ada TK, rencananya memang ada tingkatan yang lebih tinggi lagi, tapi belum tahu kapannya,” kata pemuda berkaca mata itu.

 Sebagai masjid yang berada di kawasan wisata, setiap harinya tidak pernah sepi pengunjung. 24 jam masjid ini selalu terbuka untuk masyarakat yang transit i’tikaf sekaligus sebagi tujuan wisata. Karena memang masjid yang didesain oleh arsitektur masjid terbaik di Indonesia ini memiliki keunikan tersendiri.

 Achmad Noe‘man dan Fauzan Noe‘man, pasangan ayah dan anak, merekalah yang mendesain masjid ini tampak apik dan nyaman. Prof. H. Achmad Noe’man memang nama yang tak asing di kalangan arsitek Indonesia. Dia seorang Maestro. Dari tangannya telah lahir lebih dari 50 masjid cantik yang tersebar di seluruh dunia, sejak 1960. Di antaranya Masjid Salman ITB, Masjid IKIP Bandung, Masjid Agung Bandung, Masjid Indonesia di Sarajevo-Bosnia, Masjid Almarkas Islami di Ujungpandang, serta Masjid At-Tin milik keluarga Cendana di TMII ini.

 Konsep perencanaan bagunan Masjid Agung At-Tin ini sendiri memiliki kedalaman estetika dan filosofis. Secara visual, kubah masjid ini merupakan unsur “Kepala” dari struktur bentuk masjid. Hal ini merupakan unsur penting sebagai penanda fungsi berdasarkan persepsi bentuk. Untuk itu, kubah masjid ini merupakan unsur elastis (streamline) yang kontras dengan unsur badan masjid lainnya yang terdiri dari unsur garis yang tegas. Kubah masjid ini memilik tiga bagian, yang berarti penerjemahan hidup manusia sebagai hambah Allah dalam tiga alam, yaitu alam rahim, dunia, dan alam akhirat.

 Bagian badan masjid memberikan kesan visual yang menutup/ mengecil pada bagian atas, kemudaian membuka pada bagian akhiran. Hal ini untuk memberikan persepsi vertikalisme yang mengarah dan mengecil menuju suatu titik pusat. Sedangkan yang membuka/ menengadah menuju pada suatu ketidakterbatasan. Dari sini unsur badan terasa langsung berdiri di atas lansekap tanpa peralihan yang tegas, seakan lebih menyatu dengan tanah. Ia seperti muncul dari bawah.

 Secara umum, ornamen yang menyatu pada bagunanan masjid ini merupakan elemen-elemen geometri yang menjadi salah satu ciri seni Islam. Pola-pola geometri ini merupakan penerjemahan atas ketauhidan Allah SWT, yang mengenal ketidak-awalan dan ketidak-akhiran (Hua al-Awwalu wa al-Akhiru).

 Bagian dalam masjid terdiri atas dua lantai. Lantai bawah merupakan skala ruang manusiawi dengan perngertian ruang-ruang yang terbentuk kontesktual terhadap skala ruang yang diinginkan.  Di bagian depan merupakan ruang penerima, bagian tengah adalah area serba guna dan area wudlu, sedang bagian belakang adalah ruang tunggu VIP.

 Sedangkan bagian lantai atas berfungsi sebagai ruang shalat utama, ruang sound system, ruang pengelola, dan ruang pengurus. Suasana interiornya secara garis besar terbagi atas dua zoni di bawah mezanine dan ruang besar berkubah. Di bawah mezanine akan terjadi pengaruh psikologis yang memberikan perasaan tertekan atau depresi sehingga memberikan pengaruh terhadap keleluasaan konsentrasi. Sedangkan di ruang berkubah akan terjadi pengaruh psikologi yang menimbulkan kerdil karena manusia berada pada ruang yang sangat besar. Ruang berkubah ini sekaligus merupakan klimaks dari urutan keseluruhan perjalanan pada area masjid.

 Kubah masjid ini berarti perwujudan garis lengkung (belong to God/ lillah). Unsur kubah ini juga merupakan bentuk garis lengkung yang tak terhingga menuju satu pusat pengakhiran. Cahaya-cahaya yang menerobos melalui kaca merupakan perumpamaan cahaya Allah, seperti sebuah lubang yang tak tembus, di dalamnya ada pelita besar. Kaca-kaca itu seakan bintang yang bercayaha laksana mutiara yang dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun.

No comments